Bismillah was shalatu was salamu ’ala rasulillah

Sebagian ulama melarang secara mutlak memasuki gereja. Mereka berdalil dengan firman Allah, yang artinya,

لاَتَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا وَاللهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

“Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.” (QS. At Taubah: 108)


Ulama yang berpendapat ini memberikan pengecualian untuk bisa masuk gereja jika terpenuhi beberapa syarat:

– Adanya maslahat bagi agama Islam, misalnya dalam rangka berdakwah atau berdebat dengan orang Nasrani agar mereka masuk Islam.

– Tidak menimbulkan perbuatan haram, misalnya basa-basi dalam kemaksiatan mereka.

– Berani menampakkan jati diri keislamannya di hadapan orang kafir.

– Tidak menyebabkan orang awam tertipu karena mengira bahwa dirinya setuju dengan agama orang Nasrani.

(Fatwa Lajnah Daimah, 2:339 dan Fatwa Syaikh Dr. Nashir bin Sulaiman di Majalah Ad Da’wah edisi 1930, Dzulhijjah 1424 H).

Namun berdasarkan keterangan banyak ulama di berbagai madzhab, akan lebih tepat jika diberikan rincian sebagai berikut:

Pertama, Masuk gereja pada saat orang Nasrani sedang melakukan peribadatan
Para ulama secara mutlak melarang perbuatan ini dengan beberapa alasan:

– Karena ini berarti kita ikut bergabung dalam kebatilan yang mereka lakukan.

– Tindakan ini menyerupai ciri khas orang kafir, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum (dalam ciri khas mereka, pen.) maka dia termasuk bagian kaum tersebut.” (HR. Abu Daud 4031 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani). Syaikhul Islam mengatakan, “Hadis ini, kondisi minimalnya menunjukkan haramnya meniru ciri khas orang kafir. Meskipun dlahir hadis menunjukkan kafirnya orang yang meniru perbuatan yang menjadi ciri khas mereka.” (Iqtidla’ As Shirath Al Mustaqim, 1:270).

– Murka Allah turun pada saat peribadatan mereka dan di tempat ibadat mereka. Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Hati-hatilah kalian dari bahasa orang kafir dan janganlah kalian masuk bersama orang muyrik pada saat peribadatan mereka di gereja mereka, karena pada saat itu dan di tempat itulah murka Allah sedang turun.” (HR. Abdur Razaq dalam Al Mushannaf no. 1608, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubro, 9:234 dan dinilai kuat oleh Al Bukhari dalam At Tarikh).

Kedua, Masuk gereja di luar waktu peribadatan mereka, namun di dalam gereja tersebut terdapat gambar atau palang salib yang dipajang.

Hukum keadaan ini sebagaimana memasuki rumah yang ada gambarnya. Ada dua pendapat ulama dalam menyikapi masalah ini. Umairah dalam Hasyiyah-nya mengatakan, “Bab, kita tidak boleh masuk gereja kecuali dengan izin mereka. Jika di dalamnya terdapat gambar maka diharamkan secara mutlak.”

Ibnu Qudamah mengatakan, “Adapun masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar bukanlah satu hal yang haram… ini adalah pendapat Imam Malik, beliau melarangnya karena makruh dan beliau tidak menganggap hal itu satu hal yang haram. Mayoritas Syafi’iyah mengatakan: Jika gambarnya di dinding atau di tempat yang tidak diinjak, maka tidak boleh memasukinya…

Kita memiliki satu riwayat, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk Ka’bah beliau melihat ada gambar Ibrahim dan Ismail yang sedang mengundi nasib dengan anak panah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkomentar, “Semoga Allah membinasakan mereka (orang musyrikin), sungguh mereka telah mengetahui bahwa keduanya (Ibrahim dan Ismail) sama sekali tidak pernah mengundi nasib dengan anak panah.” (HR. Abu Daud). Dan di antara persyaratan Umar (untuk kafir dzimmi), mereka (diperintahkan) agar memperluas gereja dan tempat peribadatan mereka, supaya kaum muslimin bisa masuk untuk menginap di dalamnya…

Ibnu ‘Aidz dalam Futuh As Syam meriwayatkan bahwasanya orang Nasrani membuatkan makanan untuk Umar ketika beliau sampai di Syam, kemudian mereka mengundang Umar. Beliau bertanya, “Di mana?” Mereka menjawab, “Di gereja.” Maka Umar tidak mau menghadirinya dan Beliau berkata kepada Ali, “Berangkatlah bersama para sahabat agar mereka bisa makan siang.” Maka berangkatlah Ali bersama para sahabat dan masuk ke dalam gereja serta makan siang. Kemudian Ali melihat ke gambar, sambil mengatakan, “Tidak ada masalah bagi Amirul Mukminin (Umar) andaikan dia masuk dan makan.” Sikap para sahabat ini menunjukkan kesepakatan mereka tentang bolehnya masuk gereja meskipun di dalamnya terdapat gambar, disamping masuk gereja dan tempat peribadatan mereka tidaklah haram.” (Al Mughni Ibnu Qudamah, 4:16).

Ibnu Muflih mengatakan, “Boleh masuk dan shalat di tempat peribadatan dan gereja atau yang semacamnya. Dan makruh jika di dalamnya ada gambarnya. Ada yang mengatakan haram mutlak. Penulis Al Mustau’ib mengatakan, Sah melaksanakan shalat fardhu di gereja atau tempat peribadatan orang kafir meskipun makruh…

Dalam Syarh Ibnu ‘Aqil disebutkan, “Tidak mengapa shalat di gereja yang suci (dari najis), ini adalah riwayat dari Ibnu Umar dan Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhum…”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dan Imam Malik membenci masuk gereja karena alasan ada gambar… (Al Adab As Syar’iyah, 4:122).

Ringkasnya, bahwasanya hukum masuk gereja yang ada gambar atau palang salib yang tergantung dalam posisi diagungkan adalah makruh, kecuali jika orang muslim tersebut mampu untuk mengubahnya.

Wallaahu a’lam.

Media kami
Grup Fb

Nonton juga YouTube kami