Media kami
FB Group

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

Apabila seorang hamba mengalami sakit atau safar (sehingga tidak bisa beramal) maka tetap dicatat untuknya sebagaimana amal rutinnya ketika dia tidak safar dan dalam kondisi sehat. (HR. Ahmad 19679 & Bukhari 2996)

Hadis ini berlaku untuk amalan yang dirutinkan seorang mukmin, kemudian dia tidak mampu melaksanakannya karena udzur.

Syaikh Dr. Khalid al-Mushlih mengatakan,

وقد ألحق بعض العلماء الحائض والنفساء بالمريض والمسافر في أنها تثاب على الصلاة زمن الحيض، لأنها ممنوعة منها شرعاً، وهذا بشرط صدق الرغبة وصحة العزم على الفعل لولا المانع

Para ulama menyamakan status wanita haid dan nifas sebagaimana orang sakit, dimana mereka tetap mendapat pahala shalat ketika haid. Karena mereka memiliki penghalang yang diterima oleh syariat. dan ini tentu dengan syarat, disertai keinginan yang jujur dan tekad kuat untuk beramal, andai dia tidak memiliki udzur.

Sehingga wanita haid atau nifas tetap bisa mendapatkan pahala puasa ayyamul bidh atau puasa senin kamis, jika dia memiliki rutinitas puasa sunah tersebut dan ada tekad kuat untuk mengamalkannya andai tidak ada udzur.

Allahu a’lam.


Nonton juga